top of page

Behavioral Activation untuk Produktivitas Selama Pandemi

Gambar penulis: Firman Ramdhani, M.Psi., PsikologFirman Ramdhani, M.Psi., Psikolog

Kini, dunia sedang mengalami pandemi virus corona, tak terkecuali di Indonesia. Di Indonesia, jumlah kasus positif virus corona hingga saat artikel ini ditulis (5 Mei 2020) berjumlah sekitar 12.000-an (Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, 2020). Sedangkan di dunia terdapat sekitar 3,5 juta kasus positif (WHO, 2020). Virus ini termasuk virus yang penyebarannya begitu cepat. Hal tersebut membuat banyak pihak khawatir dan harus segera melakukan tindakan penanganan maupun pencegahan yang cepat untuk dapat memutus persebaran virus ini. Beberapa hal yang dilakukan pemerintah dalam menangani pandemi ini adalah mengimbau untuk melakukan physical distancing, menerapkan Pola Hidup Bersih dan Sehat (PHBS), dan juga PSBB di beberapa daerah. Mengenai PSBB sendiri, PSBB adalah singkatan dari pembatasan sosial berskala besar. PSBB melingkupi pembatasan sejumlah kegiatan penduduk tertentu dalam suatu wilayah yang diduga terinfeksi Covid-19. Menurut Sekretaris Jenderal Kementerian Kesehatan, Oscar Primadi, pembatasan tersebut meliputi meliburkan sekolah dan tempat kerja, pembatasan kegiatan keagamaan, pembatasan kegiatan di tempat atau fasilitas umum, pembatasan kegiatan sosial budaya, pembatasan moda transportasi, dan pembatasan kegiatan lainnya khusus terkait aspek pertahanan dan keamanan (Putsanra, 2020).


Situasi pandemi ini merupakan situasi yang baru dan banyak orang harus beradaptasi dalam menghadapi “the new normal situation” ini (Damanik, 2020). Masyarakat yang semula dapat beraktivitas dan bersosialisasi dengan orang lain dengan leluasa di luar rumah men- jadi harus membatasi aktivitas mereka untuk dilakukan di dalam rumah dalam waktu yang tidak sebentar ini. Kondisi ini juga membuat banyak orang menjadi minim pergerakan fisik. Kalau dulu, dalam menjalani aktivitas sehari-hari, setidaknya kita masih bergerak, seperti jalan dari tempat parkir ke ruang kerja atau ruang kelas, jajan sama teman-teman ke kantin, ibadah di masjid, dan sebagainya. Namun, semenjak di rumah aja, gerak fisik ini jadi berkurang banget dan tahukah kamu, kalau pergerakan fisik sangat terkait dengan mood kita? Mungkin bisa kita rasakan ketika selesai berolahraga (dengan jumlah yang cukup), rasanya nyaman bukan?


Selain menyebabkan minim pergerakan fisik, kondisi ini lebih lanjut juga dapat membuat seseorang merasa bosan karena kurangnya stimulasi dari luar (van Hooft & van Hooff, 2018). Rasa bosan tersebut juga menurut van Hooft dan van Hooff (2018) berhubungan den- gan perasaan frustrasi, sedih, lelah, dan gelisah. Terlebih, kondisi pandemi ini merupakan kondisi yang penuh ketidakpastian dan menurut Grupe dan Nitschke (2013), ketidak- pastian mengenai ancaman di masa depan dapat mengganggu kemampuan seseorang untuk mengurangi atau menghindari dampak negatifnya, dimana hal tersebut dapat menga- rah pada kecemasan.


Nah, berdasarkan pemaparan di atas, sekarang kita tahu kalau kondisi pandemi ini bisa mempengaruhi mood dan aspek psiko- logis lainnya. Masalahnya, banyak orang yang tidak tahu bagaimana caranya meng- hadapi perubahan kondisi ini sehingga mereka semakin tenggelam dalam perilaku tidak produktif. Lalu, apa yang dapat kita laku- kan untuk tetap menjaga mood kita dan tetap produktif selama masa pandemi ini? Salah satu cara yang dapat kita lakukan adalah melakukan metode behavioral activation.


BEHAVIORAL ACTIVATION

Behavioral activation (BA) adalah salah satu metode CBT (Cognitive Behavioral Therapy) yang telah banyak dilakukan untuk mengo- bati depresi. Metode BA berfokus untuk men- gaktivasi otak seseorang dengan meningkat- kan keterlibatan seseorang dalam aktivitas di kehidupannya sehari-hari. Orang yang menga- lami depresi seringkali mengalami penurunan aktivitas karena kecenderungan mereka un- tuk mengisolasi diri atau menghindar (Martell, 2010) dari berbagai aktivitas. Di sisi lain, menurut University of Michigan Medical School (n.d.), BA justru membantu mendorong mereka untuk melakukan yang se- baliknya, yang umumnya orang depresi ingin lakukan.


Namun, penting untuk dicatat bahwa walau- pun namanya adalah behavioral activation, bu- kan berarti bahwa aspek yang ditekankan hanya pada aspek perilaku (behavior)-nya saja, namun behavioral activation ini juga menyasar pada aspek kognitifnya. Seringkali, individu yang sedang depresi terjebak dalam pikiran bahwa mereka tidak berguna, tidak kompeten, lemah, tidak berdaya, dan berba- gai pikiran negatif lainnya. Hal tersebut menyebabkan rasa putus asa dan berujung pada imobilitas atau kurangnya pergerakan dan ketidakproduktifan. Individu tersebut kesulitan untuk menggunakan fungsi intelektualnya seperti penalaran dan perenca- naan. Bahkan untuk berjalan dan berbicara secara spontan pun membutuhkan proses dan kemampuan (skill) yang kompleks, lho! Aktivitas sederhana seperti itu ternyata memiliki dampak pada rasa puas dan self- esteem. Apa itu self-esteem? Sederhananya, self-esteem adalah penilaian keseluruhan mengenai aspek positif dan keberhargaan diri kita sendiri (Rosenberg, 1965). Nah, me- tode BA ini bertujuan agar individu tersebut menyadari bahwa pikiran negatif yang ia pikirkan ter-sebut adalah hal yang salah dan hal tersebut dapat mempengaruhi motivasi dan perilakunya.


BA dapat dikatakan sebagai rangkaian dari beberapa “percobaan aktivitas” untuk menguji pikiran seseorang tentang dirinya. Pikiran negatif yang dipikirkan individu ter- sebut akan dipatahkan oleh “percobaan aktivitas” yang ia jalani, bahwa ia mampu lho melakukan aktivitas-aktivitas tersebut! Sehingga diharapkan pemikiran negatif ter- hadap dirinya tersebut akan berkurang dan ia akan semakin termotivasi melakukan aktivitas yang lebih rumit secara perlahan. Ingat, menurut teori CBT, pikiran lah yang me- munculkan emosi dan perilaku tertentu. Pikiran adalah koentji!


Behavioral Activation memang telah banyak digunakan sebagai metode terapi untuk me- nangani depresi, namun kita juga bisa menerapkannya pada diri kita sendiri, lho! Bahasa populernya adalah self-help karena metode BA ini juga cukup mudah untuk dila- kukan. Lalu, apa saja sih contoh-contoh behavioral activation yang dapat kita lakukan?


1) Membuat Jadwal Aktivitas

Saat sedang merasakan gejala depresi, kita seringkali kurang aktif secara fisik maupun sosial dan tenggelam dalam pikiran negatif. Kita seringkali berpikir bahwa interaksi sosial tidak memiliki arti dan kita khawatir akan menjadi beban bagi orang lain. Tak hanya itu, kita juga kesulitan melakukan aktivitas yang sebenarnya terasa mudah dilakukan ketika mereka sedang tidak berada pada fase depresi. Kita juga cenderung menghindari me- lakukan hal-hal yang rumit, atau jika kita me- lakukannya, kita akan lebih mudah menyerah untuk mencapai tujuan dikarenakan pikiran dan sikap negatif yang menyelimuti diri kita.


Nah, penjadwalan aktivitas ini dibutuhkan un- tuk mengurangi rasa hilangnya motivasi, ketidakaktifan, dan pikiran yang sangat terfokus terhadap fase depresi tersebut. Dengan men- jadwalkan aktivitas kita setiap jam, kita dapat mempertahankan keaktifan diri dan mence- gah diri kita masuk ke dalam keadaan yang tidak produktif. Lebih jauh lagi, ketika kita fokus pada tugas yang berorientasi pada tu- juan, itu akan memberikan kita data konkret untuk mengevaluasi kemampuan fungsional diri kita sendiri.


Ketidakaktifan seringkali dihubungkan den- gan merasakan mood atau emosi yang kurang baik. Kita bisa “memaksa” diri kita ke- luar dari perasaan tenggelam dalam depresi dan melakukan suatu aktivitas tertentu karena menurut Beck (1979), melakukan aktivitas pada fase depresi ini justru dapat membantu meningkatkan mood. Selain me- lakukan aktivitas, kita juga bisa mengidentifikasi aktivitas apa saja yang dapat membuat emosi dan mood kita semakin baik sehingga kita bisa mempertahankannya, serta aktivitas apa saja yang dapat membuat emosi dan mood kita semakin buruk sehingga kita bisa menghindari melakukannya.


Dengan mengidentifikasi emosi yang di- rasakan di setiap aktivitas tersebut, kita juga dapat lebih meningkatkan self-awareness terhadap keadaan diri dan aktivitas yang di- jalankan sehingga perasaan depresi tersebut akan semakin berkurang karena pada dasarnya, individu yang sedang mengalami depresi cenderung berpikir bahwa ia tidak mampu, maka ia tidak akan melakukan apapun.


Aktivitas yang dilakukan misalnya bisa sesederhana membereskan kasur, menyapu, pergi berbelanja, menonton TV, membaca ma- jalah, dan sebagainya. Perlu kita ingat pula bahwa dalam melakukan suatu aktivitas, lebih baik ditulis, yaa! Hal ini dikarenakan jadwal aktivitas yang tidak ditulis akan membuat membuat kita sulit mengingatnya sehingga dapat membuat kita menjadi bingung sendiri saat ingin melakukannya. Dengan menulis, hal tersebut juga akan mem- bantu kita untuk mengorganisasi pikiran sehingga lebih mudah untuk diingat.


Nah, untuk menuliskannya kita bisa meng- gunakan berbagai tools misalnya seperti buku agenda, kalender di gadget, atau meng- gunakan aplikasi lainnya. Hal ini bisa di- sesuaikan dengan kenyamanan teman- teman. Nah, salah satu tools yang dapat di- gunakan adalah Win Calendar. Bila ingin prak- tis, teman-teman juga bisa mengaksesnya di www.wincalendar.com 🙂


Mengapa mesti ditulis? Rasionalisasinya ada- lah karena kita gampang lupa. Contoh saja, misalnya kamu diminta belanja 10 item di pasar (jangan lupa pakai masker dan jaga jarak ya, hehe), tapi tidak kamu tulis. Ketika sampai pasar, ada dua kemungkinan 1) kita lupa daftar belanjaan kita, 2) butuh energi, konsentrasi dan waktu untuk mengingat-ingat belanjaan tersebut. Beda ketika kita tulis dengan rapi dan jelas, kita bisa dengan mudah me-nyelesaikan tugas kita tanpa membuang waktu untuk hal yang tidak penting.


Coba dibuat ya manteman, mulai seminggu ke depan apa saja yang akan kalian lakukan. Coba cek lagi tugas-tugas kuliah, sekolah atau kantor kalian. Tanya anggota keluarga kalian, terkait pembagian tugas di rumah agar kalian bisa input juga di jadwal kalian, atau berbagai hal lainnya yang sekiranya terkait dengan kegiatan kalian.





2) Melakukan Aktivitas Secara Bertahap

Nah, dalam melakukan aktivitas seperti yang sudah dijelaskan pada poin sebelumnya sebaiknya dilakukan secara bertahap dan dimulai dari aktivitas yang termudah, ya! Mengapa? Coba bayangkan, ketika se- seorang yang depresi diberikan rangkaian aktivitas yang spesifik secara bersamaan, besar kemungkinannya ia merasa berat untuk menjalaninya dan merasa tidak mampu untuk melakukannya. Lalu, ketika di awal aktivitas saja sudah gagal, hal tersebut dapat menurunkan moodnya dan semakin teng- gelam dalam fase depresinya. Sebaliknya, jika individu tersebut melakukan aktivitas se- cara bertahap dan berhasil dalam melakukannya, hal tersebut dapat membantu meng- hilangkan pikiran negatif tentang ketidakmampuan melakukan sesuatu dan perlahan- lahan meningkatkan motivasinya untuk beraktivitas.


Melakukan aktivitas secara bertahap juga dapat meningkatkan self-efficacy, lho! Apa itu self-efficacy? Self-efficacy adalah keyakinan bahwa kita bisa melakukan sesuatu untuk menghasilkan hasil yang di-inginkan dengan tindakan kita sendiri (Bandura, 1977), alias kita yakin dengan kemampuan kita dalam mewujudkan sesuatu.


Ini gampang-gampang sulit, loh, karena kita perlu tahu juga sejauh mana batas kemampuan kita. Sekali lagi, ini akan dapat menjadi latihan kita untuk lebih aware ter- hadap diri sendiri. Misalnya saja, ketika kita ada tugas membaca jurnal berbahasa Inggris, sedangkan kita tidak ter-biasa baca sebelumnya, alangkah bijaksananya kalau kita membagi tugas jadi lebih kecil. Misalnya saja setiap hari baca 3 paragraf tapi kalau memang kita hobi baca jurnal (SIAPA PULA PUNYA HOBI BACA JURNAL???? kayak gak ada hobi lain), kita bisa menargetkan satu hari satu jurnal.


Sebaliknya, ketika kita menargetkan terlalu tinggi dan kita gagal memenuhinya, hal ter- sebut bisa memunculkan pikiran “memang sulit”,“susah banget tugasnya”,“kebanyakan” yang membuat self-efficacy kita turun. Lebih jauh, jika berulang terus menerus dapat mem- buat self-esteem kita turun yang dapat me- munculkan pikiran “gw emang bodoh”,“gw payah, gini aja gak bisa”,“gak pantes gw kuliah di sini”, dan self-esteem yang rendah dapat berpotensi memunculkan berbagai gangguan psikologis, loh.


Sekarang, coba lihat tugasmu sampai dead- line yang ditentukan, seberapa kecil tugas itu bisa kamu bagi?


3) Tehnik Mastery (Penguasaan) dan Pleasure (Kesenangan)

Dari penjelasan sebelumnya, kita mengetahui bahwa melakukan aktivitas secara perlahan dapat membantu meningkatkan mood. Namun, mungkin kah dampak yang terjadi adalah yang sebaliknya? Jawabannya, ya, mungkin!


Individu yang depresi bisa saja melakukan suatu aktivitas namun kurang atau tidak sama sekali merasakan kesenangan. Hal tersebut biasanya disebabkan: a) aktivitas tersebut pada dasarnya tidak membawa pada ke- senangan, bahkan jika dilakukan saat tidak sedang dalam fase depresi, b) dominasi pikiran negatif yang dapat menghambat segala potensi timbulnya rasa senang, c) selective inattention dalam rasa senang ter- sebut (tidak mampu menyadari rasa senang).


Sebagai contoh, seseorang melakukan aktivitas yang kurang menyenangkan, seperti mengerjakan PR. Sebagai hasilnya, keberhasilan dalam melakukan aktivitas tersebut mungkin tidak memberikan rasa senang. Meskipun ia selesai mengerjakannya


tetap menimbulkan pikiran negatif “jelek banget kerjaannya”,“harusnya bisa lebih baik”, dan lainnya. Selanjutnya, ia mungkin akan menghindari melakukan aktivitas lain- nya, termasuk juga pada aktivitas yang me- nyenangkan, misalnya karena ia merasa tidak pantas bersenang-senang karena merasa be- lum mencapai apapun. Nah, pada kondisi ini, kita harus menyadari bahwa tujuan melaku- kan kesenangan salah satunya adalah me- ningkatkan mood bahkan jika hal tersebut ber- sifat sementara.


Salah satu hal yang dapat kita lakukan untuk menjaga mood tersebut adalah meng- identifikasi derajat mastery dan pleasure pada aktivitas yang dilakukan. Hal tersebut dapat menghindari adanya pemikiran all or none atau distorsi kognitif lainnya. Ingat dalam konsep CBT, pikiran lah yang menjadi penyebab munculnya emosi dan perilaku. Ada berbagai pikiran yang terdistorsi atau menyimpang yang akhirnya membuat emosi negatif muncul dan perilaku kita jadi maladap- tif. (Cth: all or none, cuma ada dua kutub, hi- tam atau putih, baik atau buruk, mudah atau susah).


Pleasure (kesenangan) adalah perasaan menikmati, terhibur, atau merasa senang atas suatu aktivitas. Perasaan ini dapat menghasil- kan rasa optimis. Sedangkan, penguasaan (mastery) melibatkan aktivitas pengembangan keterampilan seperti membersihkan rumah, mengerjakan tugas sekolah (PR), mengerja- kan tugas kantor, belajar menari, dan me- ngaplikasikan make up juga bisa mengem- bangkan keterampilan lho!!


Jadwal Hari Senin





Pengelompokkan kegiatan ini sangat individual sifatnya, tiap individu punya penilaian berbeda. Ada yang bermain musik dianggap sebagai pleasure karena itu adalah hobinya atau ada yang me- nganggap itu sebagai mastery karena dia ada- lah siswa sekolah musik. Ada juga yang me- nganggap cuci piring memberikan pleasure dan juga mastery. Masa bisa? Cobain deh :p


Teman-teman bisa membuatnya seperti di ba- wah ini, lalu berikan skala 0-5 seberapa besar aktivitas tersebut memberikan rasa senang (pleasure) atau penguasaan (mastery). Sekali lagi, ini bisa digunakan juga sebagai self- awareness sehingga kita tahu apa saja perasaan yang kita rasakan ketika me- ngerjakan satu kegiatan. Berikut adalah contohnya.


Martell dkk. (2010) menjelaskan bahwa inter- vensi psikologis dengan metode behavioral activation (BA) efektif untuk menangani gang-


guan depresi maupun gangguan lainnya. Tapi tidak ada salahnya kita coba untuk self- help dalam masa pandemi ini meskipun pastinya tidak se-advance apabila dipandu oleh psikolog. Akan tetapi, setidaknya bisa digunakan oleh berbagai kalangan un- tuk tetap produktif dan menjaga stabilitas mood kita. Misalnya, seperti untuk maha- siswa yang sedang melakukan penelitian skripsi atau pekerja kantoran yang sedang banyak deadline tugas. Stay safe, stay healthy, and stay productive!


Oleh:

1. Syifa Rasyida

2. Melsiade Fitri

3. Rinella Febry Autrilia, S.Psi.

4. Firman Ramdhani, M.Psi., Psikolog.


Referensi

  • Cherry, K. (2020). How to Cope With Quarantine. Diakses pada Mei 2020 dari https://www.verywellmind.com/protect-your-mental-health-during-quarantine-4799766

  • Bandura, A. (1977). Self-efficacy: Toward a unifying theory of behavioral change. Psychological Review, 84(2), 191–215. https://doi.org/10.1037/0033-295X.84.2.191

  • Beck, A. T. (1979). Cognitive therapy of depression. New York: Guilford Press.

  • Behavioral activation for depression. (n.d.). https://medicine.umich.edu/sites/default/files/content/downloads/Behavioral-Activation-for-Depression.pdf

  • Gilchrist, K. (2020). Psychology experts share their tips for safeguarding your mental health during quarantine. Diakses pada Mei 2020 dari https://www.cnbc.com/2020/03/20/coronavirus-tips-for-protecting-your-mental-health-during-quarantine.html

  • Lejuez, C. W., Hopko, D. R., Hopko, S. D. (2001). A Brief Behavioral Activation Treatment for Depression. Behavioral Modification, 25 (2), 255 – 286.

  • Putsanra, D. V. (2020). Arti PSBB yang Dibuat untuk Cegah Penyebaran Corona di Indonesia. Diakses pada Mei 2020 dari https://tirto.id/arti-psbb-yang-dibuat-untuk-cegah-penyebaran-corona-di-indonesia-eMXT

  • Rosenberg, M. (1965). Society and the adolescent self-image. Princeton, NJ: Princeton University Press.

  • Van Hooft, E., & van Hooff, M. (2018). The state of boredom: Frustrating or depressing?. Motivation and emotion, 42(6), 931–946. https://doi.org/10.1007/s11031-018-9710-6

 
 
 

Comments


Kontak

Email: mindinstitute.id@gmail.com

Whatsapp: 0859-2815-6555

  • LinkedIn
  • Facebook
  • Spotify
  • YouTube
  • Instagram
Logo_Black.png

Dulu bernama Mind and Brain Indonesia yang berdiri sejak tahun 2018 dan fokus membangun untuk menjadi tim Cognitive Behavioral Therapist pertama di Indonesia.

© 2022 Mind Institute

bottom of page