top of page

Awal Tahun sebagai Alasan untuk Memulai Sesuatu

Tanggal 1 Januari biasanya dipenuhi dengan kalimat yang penuh dengan optimisme. “Ritual” yang biasanya dilakukan kebanyakan orang adalah membuat rencana untuk 1 tahun ke depan, atau resolusi tahun baru. Resolusi tahun baru diisi dengan target-target yang ingin dicapai dalam 1 tahun ke depan, misalnya memiliki gaya hidup yang lebih sehat, lebih pandai dalam mengatur keuangan, atau target pengembangan diri lainnya. Tapi coba kita lebih berpikir mendalam, mengapa membuat rencana untuk 1 tahun ke depan harus di momen awal tahun? Mengapa jarang sekali ada orang yang melakukannya di tanggal random?


Ternyata, ada penjelasan ilmiah di balik fenomena tersebut. Riset menyebutkan adanya fresh start effect, yaitu pada waktu dalam hidup yang spesial, terjadi peningkatan motivasi untuk melakukan aspirational behavior (perilaku yang terkait dengan goal / target personal) (Dai et al., 2014; Dai & Li, 2019). Lebih lanjut, dijelaskan bahwa waktu yang spesial—seperti awal tahun (atau bisa juga seperti hari ulang tahun, hari pertama bekerja/sekolah)—secara psikologis memicu individu untuk memisahkan pandangan mengenai dirinya di masa kini dan masa lalu. Kemudian, muncul persepsi bahwa diri di masa kini “terlahir kembali” bagaikan kertas kosong dan membuat individu memandang diri di masa lalu sebagai sosok yang lebih inferior, tidak sempurna, atau gagal (Dai et al., 2015). Oleh karena itu, untuk mempertahankan pandangan bahwa diri di masa kini yang lebih baik, seseorang bisa lebih terdorong untuk berperilaku secara lebih baik dibandingkan sebelumnya. Selain itu, waktu hidup yang menandakan “awal yang baru” bisa jadi dianggap lebih bermakna sehingga mendorong seseorang untuk membuat dan mencapai targetnya (Dai et al., 2015).


Jika dilihat kembali, pemaparan di atas mengimplikasikan bahwa awal tahun atau waktu yang spesial menjadi “alasan” bagi kita untuk bergerak. Kita membuat rencana atau target pada awal tahun karena waktu tersebut dianggap sebagai momen kelahiran diri yang baru atau memiliki arti tersendiri dibandingkan hari-hari biasanya. Elemen kognitif ini sangat diperlukan terutama ketika harus berjalan melalui medan yang sulit dalam durasi waktu yang panjang.


Alasan adalah elemen kognitif yang perlu digali dan disadari. Coba tengok ke belakang, apakah ada momen didalam hidupmu yang penuh dengan dedikasi dan kerja keras, padahal tugas yang dihadapi sangatlah sulit dan cenderung impossible?. Atau sebaliknya, adakah momen di mana kamu sangat tidak termotivasi dan mager, padahal tugas yang dihadapi sangatlah mudah dan sangat possible kamu lakukan. Coba ingat dalam dua momen yang kontradiktif tersebut, apakah kamu menyadari adanya alasan yang melandasi momen satu dan absen di momen kedua?. Jika tidak, kamu perlu mencari tahu aspek tersebut, karena dengan menggali dan menyadari alasan mengapa kita harus melakukan ini dapat membantu untuk memanipulasi motivasi kita untuk terus bergerak.


Apakah tahun baru bisa menjadi alasan yang kuat?


Tentunya tidak, banyak elemen yang perlu dielaborasi lagi dibanding sekadar menjadikan awal tahun sebagai sebuah alasan untuk bergerak maju. Seperti yang kita lihat dan rasakan, kebanyakan dari kita cenderung gagal untuk memenuhi resolusi tahun baru yang telah dibuat (YouGov, 2022). Penyebabnya bisa beragam, seperti memiliki target yang terlalu umum dan kurang jelas, tidak memonitor progress pencapaian target, atau terbatasnya kekuatan kontrol/regulasi diri untuk tetap konsisten mencapai target di tengah distraksi dan hambatan. Selain itu, memiliki target yang kurang personal juga dapat menghambat pencapaian target pada resolusi tahun baru kita (Koestner, 2008).


Alasan yang sifatnya personal (yang “gue banget”…!!) akan sangat powerful untuk jadi alat motivasi diri sendiri. Setidaknya ketika merencanakan sesuatu, tanyakan ke dalam diri, “Mengapa penting buat saya melakukan ini?”, “Apa yang saya harapkan akan saya dapat?”, “Mengapa itu menarik buat saya?”. Catat baik-baik jawabannya, karena bisa jadi itu adalah Value kita. Alasan yang berasal dari personal value akan sangat bermakna dan mendalam buat kita.


Apa sebenarnya value tersebut? Value merupakan kepercayaan kita mengenai apa saja hal yang dianggap penting atau berharga dalam hidup (Beck, 2021). Dalam konteks terapi CBT (Cognitive Behavior Therapy ) sendiri, mengidentifikasi value merupakan hal yang juga penting. Hal ini karena value memudahkan pasien untuk menemukan aspirasi dan target yang ingin dicapai dalam terapi, memberikan harapan, serta membantu pasien untuk mengatasi tantangan selama terapi. Semisal dalam treatment pasien depresi, mereka biasanya tenggelam dalam simtom low energy dan low mood yang membuat mereka menjadi tidak aktif serta lebih banyak mengurung diri di kamar. Terapis CBT perlu meningkatkan aktivitas pasien sedikit demi sedikit untuk bisa meningkatkan mood dan energy level-nya. Pasien bersama terapis melakukan eksplorasi mengenai berbagai alasan mengapa ia harus lebih aktif dibanding sebelumnya. Pasien akan diajak untuk menggali value-nya dengan pertanyaan pembuka “Apa yang ingin ia benar-benar lakukan jika depresi tidak menghalanginya?” lalu fokus dengan hal tersebut, dan mengembangkan langkah-langkah detail yang praktis untuk bisa menuju ke sana.


Setelah goals sudah terucap, alasan yang kuat sudah ditemukan, selanjutnya adalah bagaimana membuat strategi yang tepat agar goals tersebut bisa diraih. Secara umum, terapis CBT biasanya akan menggunakan graded task assignment dengan membagi tugas ke dalam target-target kecil yang mudah diraih. Atau, bersama dengan klien mengembangkan strategi yang individualized sesuai dengan kebutuhan, potensi, hambatan dan karakter masing-masing klien.


Kamu bisa menirunya untuk resolusimu di tahun 2023 ini ya…!!!


Oleh Firman Ramdhani, M.Psi., Psikolog dan Raissa Fatikha, S.Psi.


Referensi

61 tampilan0 komentar

Postingan Terakhir

Lihat Semua
bottom of page