Tahun baru sudah di depan mata. Resolusi di tahun 2023 akan segera berganti menjadi resolusi baru di tahun 2024. Beberapa di antara resolusi tahun baru kita mungkin adalah membuat target untuk membangun kebiasaan (habit) baru dan/atau mengubah kebiasaan lama yang tidak diinginkan. Lebih rutin berolahraga, mengurangi makanan berkalori tinggi, berhenti merokok, mengurangi jumlah screen time penggunaan gawai, berbelanja berlebihan, dan lebih banyak membaca buku mungkin menjadi contoh resolusi tahun barumu. Sayangnya, banyak dari kita yang kesulitan dalam membentuk dan mempertahankan kebiasaan-kebiasaan baru.
Apa itu "Kebiasaan"?
Kebiasaan pada dasarnya adalah suatu jenis perilaku, yang dilakukan secara berulang dan otomatis (Verplanken, 2019). Kebiasaan terbentuk dari proses pembelajaran, yang membentuk asosiasi/hubungan antara cue (“sinyal pemicu”) di lingkungan dan respons/perilaku (Mazar & Wood, 2018). Sinyal pemicu dapat berupa benda, tempat, orang lain, atau hal lainnya. Di otak kita, terbentuk pula hubungan antara sinyal pemicu dan perilaku kebiasaan dalam wujud hubungan antar sel-sel saraf/neuron. Hubungan sel-sel neuron tersebut akan teraktivasi secara otomatis dan memunculkan perilaku kebiasaan ketika kita mempersepsikan sinyal pemicu (Wood & Rünger, 2016). Maka dari itu, perilaku yang telah menjadi kebiasaan dapat begitu mudahnya muncul, seperti:
Meraih gawai dan scrolling di internet atau media sosial ketika melihat gawai berada di jangkauan kita.
Duduk dan menonton serial dibandingkan berolahraga ketika melihat adanya akses untuk menonton (misal: TV atau gawai).
Merokok ketika melihat rokok atau orang lain yang juga merokok.
Sebagai tambahan, awal terbentuknya kebiasaan diperkuat dengan adanya konsekuensi positif atau keuntungan dari melakukannya (Wood & Rünger, 2016). Contohnya adalah terhibur atau berkurangnya kebosanan karena melihat konten yang menarik di internet/media sosial atau merasa rileks setelah merokok. Akan tetapi, kebiasaan dapat tetap diulangi meskipun seseorang tidak lagi mendapatkan keuntungan yang nyata dari melakukannya. Memang, secara biologis, dilakukannya kebiasaan berhubungan dengan penurunan aktivitas area prefrontal cortex (PFC), yang utamanya berperan untuk berpikir rasional, pengambilan keputusan, dan kontrol diri (Marien et al., 2018). Dengan kata lain, kebiasaan dilakukan tanpa dilatarbelakangi oleh proses berpikir yang matang dan penuh pertimbangan.
Oleh karena itu, memang bukan sesuatu yang mudah untuk mengubah kebiasaan, termasuk kebiasaan yang sebenarnya sudah mengganggu. Kita awalnya mungkin bersemangat dan terinspirasi untuk memenuhi target-target pada resolusi tahun baru kita. Akan tetapi, jika di kemudian hari kita tetap terpapar oleh sinyal pemicu di lingkungan, maka kebiasaan akan tetap muncul (Verplanken et al., 2018). Selain itu, belief/keyakinan yang mengganggu terkait kebiasaan juga dapat menghambat upaya memperbaiki kebiasaan kita. Contohnya adalah meyakini bahwa kebiasaan tidak dapat diubah (“Ini sudah menjadi kebiasaan saya”, “Mengubah kebiasaan adalah hal yang berat”) dan tidak perlu segera diubah (“Sekali lagi melakukan (kebiasaan) ini bukan menjadi masalah”, “Saya berhak untuk melakukan (kebiasaan) ini”).
Cara Membangun Kebiasaan Baru
Meskipun kebiasaan dilakukan secara otomatis, membentuk kebiasaan baru (dan/atau mengubah kebiasaan yang tidak diinginkan) pada awalnya juga membutuhkan usaha yang reflektif dan penuh kesadaran (Fritz et al., 2019). Lebih lanjut, apa yang perlu dilakukan untuk secara efektif membangun kebiasaan baru yang menjadi resolusi tahun baru kita? Coba simak beberapa tips berikut ini!
1) Mengenali Profil Perilaku Kebiasaan
Jika target kita adalah mengubah kebiasaan lama yang sudah terbentuk, ada beberapa hal yang perlu kita kenali dari perilaku tersebut. Beberapa di antaranya adalah (a) situasi yang menjadi “sinyal pemicu”, (b) kebiasaan yang dilakukan, (c) konsekuensi dari kebiasaan, dan (d) belief/kepercayaan yang kita miliki terkait kebiasaan tersebut. Kita bisa coba mengamati (atau meminta pendapat orang lain yang mengenal kita) dan mencatat profil dari perilaku kebiasaan milik kita. Hal ini penting agar kita lebih menyadari apa saja yang membuat kebiasaan berulang dilakukan (Wood & Rünger, 2016). Kemudian, data-data pada profil kebiasaan kita dapat dimanfaatkan untuk mendukung rencana perubahan kebiasaan.
Aspek dari Profil Kebiasaan | Apa yang Bisa Dilakukan |
Situasi di lingkungan yang menjadi “sinyal pemicu” |
|
Kebiasaan yang dilakukan | Menentukan kebiasaan alternatif/pengganti dan menjadikannya sebagai tujuan perubahan kebiasaan (lebih jauh di bagian selanjutnya) |
Konsekuensi | Menganalisis keuntungan-kerugian yang didapatkan dari melakukan kebiasaan lama dan membentuk kebiasaan alternatif. Biasanya, kebiasaan alternatif akan lebih menguntungkan secara nyata dibandingkan kebiasaan lama yang mengganggu (yang keuntungannya relatif semu/bersifat jangka pendek) |
Belief/kepercayaan terkait kebiasaan | Mengevaluasi dan memodifikasinya menjadi lebih adaptif, misalnya:
|
2) Menentukan Tujuan yang Sesuai dengan Identitas Diri dan Spesifik
Tujuan/target kita adalah membentuk kebiasaan yang diinginkan (atau mengubah kebiasaan yang tidak diinginkan). Ketika kita menetapkan tujuan, hal tersebut akan memperjelas akhir perubahan yang ingin kita capai (Wood & Rünger, 2016). Lebih lanjut, penting juga bagi kita untuk membuat tujuan yang: (a) berdasarkan identitas diri dan (b) spesifik dan konkret.
a) Berdasarkan Identitas Diri
Seseorang cenderung akan berperilaku/bertindak sesuai dengan identitas dirinya (Clear, 2018; Verplanken & Sui, 2019). Contohnya, mengapa seseorang beribadah meskipun ia memiliki pilihan dan kesempatan untuk tidak beribadah? Kemungkinan jawabannya adalah beribadah sesuai dengan identitasnya sebagai hamba yang patuh terhadap Tuhannya.
Oleh karenanya, sebelum menentukan tujuan membentuk kebiasaan, kita sebaiknya menentukan identitas diri yang kita inginkan (Clear, 2018). Caranya adalah mengidentifikasi value kita, yaitu kualitas apa yang ingin dan penting untuk kita miliki sebagai seorang individu (misal: kreatif, adil, bertanggung jawab, menyayangi diri sendiri) (Harris, 2019). Value inilah yang nantinya dapat digunakan sebagai pengarah dalam menentukan kebiasaan-kebiasaan apa yang ingin kita bentuk/kurangi. Selain itu, value dan identitas dapat menjadi motivasi internal (dari dalam diri) tersendiri agar kita lebih berkomitmen untuk membangun kebiasaan (Lewin dalam Verplanken et al., 2018; Judah et al., 2018). Contohnya, jika menyayangi diri menjadi value kita, maka kita akan lebih terdorong untuk melakukan kebiasaan gaya hidup sehat (atau mengurangi gaya hidup tidak sehat).
b) Spesifik dan Konkret
Keinginan untuk berubah saja terkadang tidaklah cukup. Maka dari itu, tujuan yang kita tentukan dapat dilengkapi dengan perencanaan (action plan) yang spesifik dan konkret. Contohnya adalah menerapkan implementation intention (Adriaanse & Verhoeven, 2018). Kita dapat menentukan bagaimana, kapan, dan di mana kebiasaan akan dibangun. Format dan contohnya adalah:
Format | Kapan/Di mana ______ (mendeskripsikan situasi spesifik), maka saya akan melakukan ______ (kebiasaan yang ingin dibangun) |
Contoh |
|
Menentukan situasi spesifik akan membuat sinyal pemicu (dari perilaku kebiasaan yang ingin dibentuk) menjadi lebih mudah terdeteksi dan diakses oleh kita. Sebagai dampaknya, kita dapat lebih otomatis melakukan kebiasaan baru yang menjadi tujuan (ingat bagaimana sinyal pemicu di lingkungan memengaruhi kemunculan kebiasaan) (Adriaanse & Verhoeven, 2018).
3) Membiasakan dengan Perubahan Kecil dan Sederhana, namun Konsisten
Sering kali, kita menentukan target kebiasaan baru yang terlalu “besar” dan sebenarnya kurang realistis (contoh: menuntaskan buku dalam sekali baca, turun berat badan sebanyak 5 kilogram dalam seminggu). Sayangnya, target yang tidak realistis dapat berubah menjadi kegagalan yang mengecewakan. Kita juga dapat mempersepsikan perubahan/membangun kebiasaan sebagai hal yang rumit dan berat. Sebaliknya, melakukan perubahan yang kecil dan sederhana akan jauh lebih memudahkan kita untuk konsisten melakukannya dan mencapai target kebiasaan yang diinginkan. Contohnya:
Tujuan: Membangun kebiasaan makan makanan yang sehat; Langkah kecil dan sederhana: menambahkan sayuran di piring makanmu.
Tujuan: Lebih rutin membaca buku; Langkah kecil dan sederhana: membaca minimal beberapa lembar per hari (tidak perlu langsung menyelesaikan satu buku)
Menurut penelitian, langkah-langkah sederhana seperti ini dapat lebih cepat menjadi kebiasaan (Lally et al. dalam Gardner et al., 2012). Selain itu, karena mudah untuk dilakukan, self-efficacy atau kepercayaan diri kita dalam membangun kebiasaan juga akan meningkat (Bandura, dalam Gardner et al., 2012). Jika sudah lebih terbiasa dan percaya diri, kita juga dapat meningkatkan tingkat perilaku kebiasaan baru (secara frekuensi/jumlah, durasi) secara bertahap. Selain itu, langkah kecil, sederhana, dan konsisten juga lebih disukai oleh Allah ﷻ., sebagaimana yang disebutkan dalam hadits berikut.
أَحَبُّ الأَعْمَالِ إِلَى اللَّهِ تَعَالَى أَدْوَمُهَا وَإِنْ قَلَّ
“Amalan yang paling dicintai oleh Allah Ta’ala adalah amalan yang rutin walaupun itu sedikit.” (HR. Muslim No. 783)
4) Melakukan Kebiasaan “Pengganti” saat Kebiasaan Lama Dilakukan
Karena sifatnya yang otomatis, kita bisa tetap melakukan kebiasaan lama yang ingin diubah. Ketika kebiasaan lama tersebut dilakukan, kita bisa segera menyadari dan “melanjutkannya” dengan perilaku atau kebiasaan pengganti yang lain (Huberman, 2022). Misalnya, ketika mulai makan keripik/camilan berkalori tinggi saat menonton TV, kita bisa melanjutkan dengan melakukan kebiasaan yang ingin dibentuk (contoh: makan buah-buahan). Mengapa cara tersebut bekerja untuk mengurangi kebiasaan lama yang ingin kita ubah? Karena dilakukannya kebiasaan pengganti sesaat setelah dilakukannya kebiasaan lama akan melemahkan aktivasi dan hubungan dari sel-sel neuron yang memicu kemunculan kebiasaan lama.
5) Meminta Kemudahan dari Allah swt. Melalui Do’a
Bersamaan dengan segala usaha yang kita lakukan, alangkah baiknya jika dibersamai juga dengan do’a agar Allah ﷻ memudahkan kita dalam mencapai apa-apa yang kita targetkan. Beberapa do’a yang dapat diucapkan di antaranya:
a) Do'a berlindung dari rasa malas
اَللَّهُمَّ اِنِّى اَعُوْذُ بِكَ مِنَ الْهَمِّ وَالْحَزَنِ وَاَعُوذُ بِكَ مِنَ الْعَجْزِ وَالْكَسَلِ وَاَعُوذُ بِكَ مِنَ الْجُبْنِ وَالْبُخْلِ وَاَعُوذُ بِكَ مِنْ غَلَبَةِ الدَّيْنِ وَقَهْرِ الرِّ جَالِ
“Ya Tuhanku, aku berlindung pada-Mu dari rasa sedih serta duka cita ataupun kecemasan, dari rasa lemah serta kemalasan, dari kebakhilan serta sifat pengecut, dan beban hutang serta tekanan orang-orang (jahat).” (HR. Abu Daud No. 1317)
b) Do'a meminta kemudahan
اَللَّهُمَّ لاَ سَهْلَ إِلاَّ مَا جَعَلْتَهُ سَهْلاً وَأَنْتَ تَجْعَلُ الْحَزْنَ إِذَا شِئْتَ سَهْلاً
"Ya Allah, tidak ada kemudahan kecuali apa yang Engkau jadikan mudah, sedang yang susah bisa Engkau jadikan mudah, apabila Engkau menghendakinya." (HR. Ibnu Hibban dalam Shahihnya 3: 255)
Selain tips-tips di atas, sebenarnya ada beberapa tips lainnya yang dapat membantu untuk membangun kebiasaan baru. Simak selengkapnya pada video di YouTube Mind Institute mendatang.
Selamat tahun baru!
Oleh: Raissa Fatikha, S.Psi. & Hafia Wafda
Referensi
Adriaanse, M. A., & Verhoeven, A. (2018). Breaking habits using implementation intentions. In B. Verplanken (Ed.), The psychology of habit (pp. 169–188). Springer.
Clear, J. (2018). Atomic habits: An easy & proven way to build good habits & break bad ones. Penguin.
Fritz, H., Hu, Y. L., Gahman, K., Almacen, C., & Ottolini, J. (2020). Intervention to modify habits: A scoping review. OTJR Occupation, Participation and Health, 40(2), 99–112. https://doi.org/10.1177/1539449219876877
Gardner, B., Lally, P., & Wardle, J. (2012). Making health habitual: the psychology of ‘habit-formation’and general practice. British Journal of General Practice, 62(605), 664-666.
Harris, R. (2019). ACT made simple (2nd ed.). New Harbinger Publications, Inc.
Huberman, A. (2022). Build or break habits using science-based tools. https://www.hubermanlab.com/newsletter/build-or-break-habits-using-science-based-tools
Judah, G., Gardner, B., Kenward, M. G., DeStavola, B., & Aunger, R. (2018). Exploratory study of the impact of perceived reward on habit formation. BMC Psychology, 6(1), 1-12.
Marien, H., Custers, R., & Aarts, H. (2018). Understanding the formation of human habits: An analysis of mechanisms of habitual behavior. In B. Verplanken (Ed.), The psychology of habit (pp. 51–70). Springer.
Mazar, A., & Wood, W. (2018). Defining habit in psychology. In B. Verplanken (Ed.), The psychology of habit (pp. 13–29). Springer.
Orbell, S., & Verplanken, B. (2018). Progress and prospects in habit research. In B. Verplanken (Ed.), The psychology of habit (pp. 397–410). Springer.
Verplanken, B. (2018). Introduction. In B. Verplanken (Ed.), The psychology of habit (pp. 1–12). Springer.
Verplanken, B., Verplanken, B., & Ryan. (2018). Psychology of habit. Cham: Springer.
Verplanken, B., Roy, D., & Whitmarsh, L. (2018). Cracks in the wall: Habit discontinuities as vehicles for behaviour change. In B. Verplanken (Ed.), The psychology of habit (pp. 189–206). Springer.
Verplanken, B., & Sui, J. (2019). Habit and identity: Behavioral, cognitive, affective, and motivational facets of an integrated self. Frontiers in Psychology, 10(JULY). https://doi.org/10.3389/fpsyg.2019.01504
Wood, W., & Rünger, D. (2016). Psychology of habit. Annual Review of Psychology, 67, 289–314. https://doi.org/10.1146/annurev-psych-122414-033417
Comments