Bicara mengenai penyalahgunaan narkoba tidak akan pernah ada habisnya. Dari data tahun 2018, World Drugs Report yang diterbitkan United Nations Office on Drugs and Crime (UNODC) mengatakan bahwa sebanyak 5.6 % dari penduduk dunia atau 275 juta (usia 15 s.d. 64 tahun) pernah mengonsumsi narkoba (BNN, 2019). Bisa kebayang butuh berapa institusi panti rehabilitasi untuk bisa menampung itu semua???. Sementara di Indonesia sendiri, Badan Narkotika Nasional (BNN) menyebutkan bahwa angka penyalahgunaan narkoba pada tahun 2017 mencapai 3.376.115 orang pada rentang usia 10-59 tahun (BNN, 2019).
Salah satu jenis narkoba adalah heroin. Heroin merupakan zat golongan opioid, yang merupakan hasil olahan morfin (obat pereda nyeri). Opioid sendiri adalah zat yang diperoleh dari tumbuhan Papaver Somniforum (popi). Dikutip dari BNN (2013), heroin pada awalnya diciptakan oleh kimiawan Jerman yang ditujukan untuk mengobati para pecandu morfin yang tergolong berat. Namun ketika pasien ini diobati dengan heroin, mereka justru akhirnya menjadi pecandu heroin. Disitu mereka sadar, bahwa heroin ini juga tidak kalah addictive dan di Indonesia lebih dikenal dengan sebutan Putaw.
Singkat cerita banyak orang yang akhirnya kecanduan heroin. Mereka juga mengalami gejala putus zat yang sama dengan apa yang dialami oleh pecandu morfin. Gejala putus zat ini biasa juga disebut dengan drug withdrawal symptoms atau sakau. Sakau itu singkatan dari “sakit karena engkau”, mungkin bisa dipakai juga untuk para bucin yang sering patah hati hehehe. Tingkat keparahan dan durasi dari gejala putus zat ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti lamanya waktu penyalahgunaan, jenis, metode penggunaan zat (contohnya menghirup, merokok, menyuntik, atau menelan), dosis atau jumlah takaran narkoba, riwayat medis, faktor genetik, dan kesehatan mental.
Efek ketergantungan yang disebabkan oleh heroin dapat berkisar dua hingga empat kali lebih tinggi dibandingkan dengan efek yang ditimbulkan oleh morfin. Salah satu bagian otak yang berperan dalam mengendalikan kecanduan tersebut adalah insular cortex (Droutman, Read dan Bechara, 2015; Kroll, Nikolic, Bieri, Soyka, Baumgartner dan Quednow, 2018; Naqvi, Gaznick, Tranel and Bechara, 2014 dalam Tomek, 2020).
Aktivitas pada insular cortex, khususnya pada bagian anterior (depan) tidak hanya berhubungan dengan perilaku terkait kecanduan saja, tetapi juga berhubungan dengan kemampuan yang diperlukan dalam perilaku prososial (Heilig, Epstein, Nader dan Shaham, 2016 dalam Tomek, 2020). Perilaku prososial sendiri adalah perilaku yang dilakukan dengan tujuan untuk dapat berinteraksi dengan orang lain (Tomek, 2020). Definisi lain dari perilaku prososial dari Manesi (2017) adalah “Prosocial behavior covers a broad range of actions intended to benefit others. This includes, but is not limited to, cooperation, sharing, helping, charitable giving, and volunteering”. Intinya perilaku yang baik terhadap lingkungan sosial. Salah satu aspek dari prososial adalah empati, yaitu kemampuan untuk memahami emosi dan situasi yang dialami oleh orang lain.
Insular cortex telah lama dikenal sebagai penerima sinyal interoseptif (sinyal yang berasal dari dalam tubuh), dan aktivasi pada bagian ini diperlukan untuk dapat merasakan emosi dan kesadaran diri (self-awareness). Insular cortex anterior ventral berkaitan dengan pemrosesan sosial-emosional, kemosensasi (merasakan rangsangan kimiawi), dan fungsi otonom. Hampir seluruh penelitian mengenai emosi menunjukkan bahwa terdapat aktivasi anterior insular cortex (AIC) pada subjek yang mengalami perasaan emosional; seperti cinta, kemarahan, ketakutan, kesedihan, kebahagiaan, gairah seksual, jijik atau rasa muak, kebencian, ketidakadilan, dan sebagainya (Craig, 2009).
Individu dengan riwayat penggunaan opioid (misalnya, pada seseorang yang ketergantungan heroin, ganja, pasien psikiatri, dll.) menunjukkan tingkat kemampuan empati yang lebih rendah (Tomek, 2020). Hilangnya empati dan perilaku prososial lainnya setelah mengonsumsi heroin kemungkinan merupakan hasil dari perubahan yang disebabkan oleh opioid terhadap mekanisme otak yang menjadi perantara perilaku ini. Oleh karena itu, penyalahgunaan dan ketergantungan opioid dapat menyebabkan penurunan fungsi prososial.
Untuk menguji kemungkinan bahwa penurunan fungsi prososial yang disebabkan oleh heroin diperantarai oleh anterior insular cortex (AIC), sekelompok peneliti yaitu Tomek dkk. (2020) melakukan penelitian mengenai efek aktivasi kemogenetik AIC terhadap penurunan fungsi prososial yang disebabkan oleh heroin. Apa itu kemogenetik?? Sederhananya peneliti memodifikasi gen dengan zat kimia sehingga bisa mempengaruhi aktivasi bagian otak tertentu.
Penelitian tersebut secara khusus menargetkan AIC, dikarenakan peranannya yang menonjol dalam kecanduan opioid dan perilaku yang berhubungan dengan prososial. Stimulasi atau rangsangan kemogenetik AIC akan memulihkan defisit dalam perilaku prososial yang disebabkan oleh konsumsi heroin, sedangkan penghambatan kemogenetik di wilayah ini akan memperburuk keadaan defisiensi tingkah laku prososial yang disebabkan oleh heroin.
Penelitiannya bukan pada manusia, melainkan tikus. Bisa ya sama tikus ?? yess bisa banget, kapan-kapan kita bahas yaa bagaimana dinamika riset di bidang neuropsikologi ini. Pada penelitian ini si tikus disetting untuk melakukan perilaku prososial dengan menyelamatkan temannya lain yang terjebak. Ternyata, setelah diberikan heroin selama 14 hari ditemukan adanya penurunan perilaku penyelamat tersebut dibanding sebelum menggunakannya. Akan tetapi, penurunan perilaku prososial tersebut (tingkah laku menyelamatkan tikus lain yang terjebak) tidak begitu parah pada tikus yang dimodifikasi secara genetik yang membuat AICnya lebih aktif.
Anterior insular cortex memiliki hubungan timbal balik terhadap daerah limbik seperti amigdala, korteks cingulata anterior, ventral striatum, dan korteks prefrontal dorsolateral (Gogolla, 2017). Daerah-daerah ini memainkan peran dalam fungsi-fungsi motivasi, emosional, dan kognitif; dan dengan demikian, aktivasi kemogenetik area tersebut dapat memulihkan gangguan yang disebabkan oleh heroin utamanya yang terkait dengan perilaku prososial.
Luar biasaa..!!! Ini hanya sebagaian kecil dari kompleksnya dunia neuropsikologi, apalagi yang terkait dengan dunia patologis seperti ketergantungan narkoba. Mungkin bisa menarik lagi jika ada replikasi dari penelitian ini terhadap manusia yaaa.
Daftar Pustaka
Andini, C. W. (2018). Jenis-Jenis Opioid, Pereda Nyeri Golongan Narkotika dari yang Legal Sampai Ilegal. Diakses pada April 2020 dari https://hellosehat.com/hidup-sehat/fakta-unik/obat-opioid-adalah-pereda-nyeri/
Badan Narkotika Nasional Republik Indonesia. (2013). Sekilas tentang heroin. Diakses pada April 2020 dari https://bnn.go.id/sekilas-tentang-heroin/
Badan Narkotika Nasional Republik Indonesia. (2019). Penggunaan Narkotika di Kalangan Remaja Meningkat. Diakses pada April 2020 dari https://bnn.go.id/penggunaan-narkotika-kalangan-remaja-meningkat/
Craig, A. D. (2009). How do you feel — now? The anterior insula and human awareness. Nature Reviews Neuroscience, 10(1), 59–70. doi:10.1038/nrn2555
Droutman, V., Read, S. J., & Bechara, A. (2015). Revisiting the role of the insula in addiction. Trends in Cognitive Sciences, 19(7), 414–420. doi:10.1016/j.tics.2015.05.005
Kennedy JE, Marchese A. (2015). Regulation of GPCR trafficking by ubiquitin. Prog Mol Biol Transl Sci. 132, 15–38. doi:10.1016/bs.pmbts.2015.02.005 58.
Lautieri, A. (2020). Drug and Alcohol Withdrawal Symptoms, Timelines, and Treatment. American Addiction Centers. Diakses pada 20 April, 2020, from https://americanaddictioncenters.org/withdrawal-timelines-treatments
Lebonville, C. (2017). Introduction to DREADDs – Control Over G Protein Coupled Receptor GPCR signaling. Diakses pada April 2020 dari https://bitesizebio.com/35850/introduction-dreadds/
Manesi, Z., Van Doesum, N. J., & Van Lange, P. A. M. (2017). Prosocial behavior. In V. Zeigler-Hill & T. K. Shackelford (Eds.), Encyclopedia of Personality and Individual Differences. New York: Springer. doi:10.1007/978-3-319-28099-8_1894-1
Tomek, S. E., Stegmann, G. M., Leyrer-Jackson, J. M., Piña, J & Olive, M.F. (2020). Restoration of prosocial behavior in rats after heroin self- administration via chemogenetic activation of the anterior insular cortex. Social Neuroscience, DOI: 10.1080/17470919.2020.1746394
Warner, R. & Jones, J. (n.d.). Insular Cortex. Diakses pada April 2020 dari https://radiopaedia.org/articles/insular-cortex
Comments