top of page

Melatih Otak dengan Berpuasa

Hai! Bulan Ramadhan sudah beberapa pekan berjalan, gimana kabar puasanya?


Ngomongin tentang puasa, ada berbagai fakta menarik tentang manfaatnya, yuk simak artikel berikut!


Puasa dalam Islam berarti menahan diri dari melakukan kegiatan yang dapat membatalkannya sejak terbit fajar hingga sore hari. Kegiatan yang dapat membatalkan puasa adalah makan, minum, dan aktivitas yang tidak baik seperti berkata kasar, mendengarkan atau melihat hal yang dilarang serta berbagai aktivitas lainnya yang pada akhirnya mampu memfokuskan para pemeluk agama ini agar senantiasa melakukan hal baik atau memperbanyak beribadah.


Namun pada saat berpuasa, kita cenderung lemas dan mengurangi pergerakan aktivitas. Kegiatan kita yang minim bergerak justru terkadang membuat kita malas dan mood jadi kurang bagus. Tetapi, jangan jadikan hari-hari puasamu dengan bermalas-malasan, ya. Coba isi waktumu dengan belajar atau membaca buku, karena tidak hanya berpengaruh untuk fisik kita saja, puasa ternyata juga ada pengaruhnya untuk psikologis, khususnya untuk kognitif kita, lho! Apa saja ya?


Melatih fungsi kognitif dan meningkatkan memori otak

Ketika puasa, produksi protein di otak kita yang dinamakan Brain Derived Neurotrophic Factor (BDNF) akan meningkat. BDNF merupakan protein yang dapat memengaruhi otak kita untuk dapat beradaptasi dengan lingkungan, termasuk belajar berbagai macam hal baru. Tingginya kadar BDNF di otak kita ini akan meningkatkan produksi neuron/sel di otak kita, sehingga dapat membantu menguatkan berbagai sambungan antarneuron di otak. Protein BDNF ini membantu perkembangan kaki dan tangan neuron (sel saraf) yang dinamakan akson dan dendrit, yang dapat membantu memproduksi sel saraf baru atau yang disebut neurogenesis. Sehingga, semakin tinggi kadar BDNF, semakin berkembang pula sambungan-sambungan sel saraf kita yang baru, maka semakin memudahkan otak kita untuk mempelajari sesuatu.


Apa kaitannya antara sambungan saraf dengan belajar? Setiap memori yang kita ingat ada bentuk hardcopy-nya di otak, yaitu sambungan neuron. Setiap kita belajar hal yang baru, sambungan neuron akan terbentuk. Hal ini disebut neuroplasticity yang memiliki prinsip use it or lose it, semakin di ulang semakin nempel dan kuat sambungan neuronnya, artinya memori akan semakin kita ingat, bisa juga disebut memori jangka panjang. Ketika kita tidak pernah mengulangi, sambungan saraf itu akan melemah dan pelan-pelan terputus sehingga ketika kita coba ingat-ingat sambil menggaruk kepala pun, ingatan itu tidak akan kunjung muncul. Misalnya, materi belajar waktu SD atau SMP, SMA, berapa persen yang masih kita ingat???


Selain protein BDNF, produksi jumlah mitokondria, salah satu bagian organel dari sel yang berfungsi untuk respirasi sel pada makhluk hidup, juga bertambah loh. Jadi, akan memperkuat kemampuan belajar dan mengingat kita karena peningkatan jumlah mitokondria ini membantu membentuk dan memelihara jaringan sel-sel saraf di otak kita. Bertambahnya jumlah mitokondria di neuron dapat meningkatkan metabolisme energi dalam neuron karena mitokondria menstimulasi produksi ketones. Kadar gula darah yang menurun saat kita berpuasa karena tidak ada asupan makanan yang masuk (terutama karbohidrat) menyebabkan tubuh memproses ketosis, yaitu proses ketika tubuh membakar cadangan lemak karena tidak memiliki persediaan karbohidrat yang cukup untuk dibakar sebagai pengganti energi tubuh, termasuk neuron.


Jadiii…… puasa adalah waktu yang sangat tepat untuk kita belajar hal yang baru. Mungkin bukan cuma belajar materi di sekolah, kampus, ataupun kantor kita, tapi juga belajar untuk mengembangkan diri sendiri. Belajar untuk mengontrol amarah, belajar untuk disiplin diri, belajar untuk menjaga lisan, atau belajar hal lainnya. Tapi juga jangan salah kaprah ya manteman, bukan berarti cuma puasa lalu kita langsung pintar, tetap ada hubungan sebab-akibatnya lohhh.. Dan juga, jangan cuma mengkhususkan waktu belajar di bulan puasa saja, justru bisa jadi efek puasa baru muncul setelah selesai Ramadhan. So… keep learning, keep upgrading yourself.


Otak dapat ‘belajar’ dikala puasa

Saat puasa, kita dituntut untuk menahan segala sesuatu yang membatalkan puasa dan dianjurkan untuk berbuat sesuatu yang baik. Ingin makan dan minum, harus ditahan. Mau marah-marah, menggunjing, berkata kasar, harus ditahan. Ketika kita ingin marah, rasanya kita berpikir dua kali, contohnya “kalau saya marah nanti pahala puasanya berkurang atau mungkin ngga jadi berkah”, “sayang banget udah puasa dari pagi, nanti malah gak dapet pahala”. Pada saat itu kita sedang menggunakan otak sadar (conscious) untuk menghasilkan pertimbangan tertentu sehingga kita secara sadar belajar untuk mengerem, belajar untuk menahan sesuatu yang tidak diperbolehkan. Artinya juga, secara umum kita lebih sering menggunakan otak tidak sadar atau otak otomatis kita lohh.. Iyess, ada yang menyebutkan kalau kita menggunakan otak otomatis kita hampir 90% dari keseharian kita. Karena otak sangat efisien dalam bekerja, semua yang sudah terprogram akan masuk mode autopilot. Misalnya saja, mereka yang biasa nyetir motor atau mobil ke kantor atau ke kampus pasti sering skip di jalan, tiba-tiba sampai ke tujuannya… itulah yang disebut otak otomatis yang membuat kita autopilot. Pada saat kita berusaha ngerem tersebut, kita sedang menggunakan higher brain, yaitu (PFC) prefrontal cortex, yang berada paling depan otak kita dan sudah sering kita tahu bahwa PFC sangat penting untuk mengontrol otak emosi kita.


Hal-hal baik yang rutin kita lakukan selama sebulan berpuasa juga dapat melatih kebiasaan dalam keseharian kita. Contohnya, saat berpuasa kita cenderung lebih sering berkata baik dan menahan untuk berkata kasar, apabila kita terus melatih dan mengulangi secara terus menerus hal baik ini, maka akan membentuk kebiasaan pada diri kita karena pembejaran di otak adalah hasil repetisi atau pengulangan, seperti yang sudah dijelaskan di atas mengenai neuroplasticity dengan prinsip use it or lose it. Ketika kita mengulang-ulang kebiasaan baik tersebut maka kebiasaan tersebut akan semakin terasah, semakin terampil, dan semakin menetap dalam otak kita. Misalnya, ketika kita sudah terbiasa berkata yang baik, setelah bulan puasa nanti ingin berkata kasar akan jadi sedikit aneh rasanya. Untuk mengubah dan membentuk kebiasaan baru seseorang dibutuhkan konsistensi dan pengulangan (Lally et al, 2009). Semakin konsisten dan semakin sering kita mengulangi suatu perilaku, semakin mudah kebiasaan itu terbentuk. Maka dari itu, puasa adalah waktu yang pas untuk kita belajar dan memiliki kebiasaan baik nantinya.


Imbangi dengan konsumsi makanan sehat & seimbang

Belajar dan kebiasaan baik yang kita lakukan juga harus diimbangi dengan mengonsumsi makanan yang bergizi saat berbuka puasa. Mungkin sebagian dari kita mengatakan, “Pas puasa malah ngga bisa belajar, susah masuk ke otak”. Sebenarnya, bukan salah puasanya, namun kita juga harus menjaga asupan makanan kita ketika berpuasa. Puasa bukan hanya tentang menahan makan tetapi juga menjaga makan. Menjaga makan saat berpuasa artinya tidak makan berlebihan ketika berbuka, harus sesuai dengan takaran dan porsinya.


Menariknya lagi, puasa dapat mengeluarkan racun dari otak kita yang dinamakan autphagy. Proses autophagy adalah proses ketika otak memecah sel-sel yang sudah tua dan rusak untuk meregenerasi sel-sel menjadi baru dan lebih sehat. Oleh karena itu, proses autophagy ini dapat menunda perkembangan penyakit neurodegeneratif, seperti Alzheimer, Parkinson, dan Huntington. Coba cari di Google, salah satu gejala Alzheimer itu adalah kehilangan memori lohh….


Puasa adalah bagaimana kita menjaga kadar gula darah kita tetap rendah sehingga mengubah cara kerja pembakaran energi kita yang sudah dibahas di paragraf atas. Masalahnya, ada istilah “Berbukalah dengan yang manis..” yang sangat menjerumuskan kita. Kita akhirnya berbuka puasa dengan sirup atau makanan manis lainnya dengan alasan karena kita “Laper parah…!!!”. Padahal, sunahnya kita berbuka dengan air putih dan kurma saja supaya gula darah kita tidak melonjak tinggi dengan konsumsi makanan manis. Dari situ mulailah pembakaran lemak kita!!! Burn baby burn!!! dan Tahukah kamu??? Timbunan lemak dapat mempengaruhi mood kita.


Di samping itu, kita juga perlu menambah konsumsi raw food dan makanan yang berserat, seperti sayur dan buah. Yaaa, sekalian mengubah pola makan kita karena “Good Food is Good Mood”. Karena mood itu adalah reaksi kimia di otak kita dengan makanan yang baik, zat kimia (neurotransmitter) happy lebih mudah diproduksi, pastinya nanti akan memudahkan kita untuk membuat mood kita lebih stabil.


Meskipun begitu perlu diketahui, rasa lapar dan haus dapat membuat diri kita menjadi tidak nyaman sehingga muncul emosi negatif, apalagi apabila kita tergolong jarang berpuasa. Otak kita sudah punya standar atau batas ambang asupan yang sudah biasa kita beri. Jika tidak memenuhi standar tersebut, maka akan muncul rasa tidak nyaman baik fisik maupun psikologis. Contoh saja, mereka yang biasa minum kopi pagi pasti akan merasa gelisah, pusing, pikiran buntu, bila belum meminum kopinya. Butuh waktu bagi penikmat kopi untuk membiasakan berhenti minum kopi pagi, sampai hilang rasa tidak nyamannya. Sama halnya dengan puasa, butuh waktu beberapa hari untuk tubuh kita beradaptasi.


Kalau kita coba menganalisa lebih dalam lagi, puasa adalah latihan kita untuk bisa menghadapi dan membangun toleransi untuk menghadapi rasa tidak nyaman sehingga nantinya bisa kita gunakan untuk kehidupan kita secara umum. Bukankah hidup ini adalah bagaimana kita bisa tetap survive dalam rasa ketidaknyamanan??


Yes.. manfaat puasa luar biasa yaa.. jangan ragu untuk berpuasa yaa, baik puasa 30 hari di bulan suci Ramadhan, maupun puasa sunah.


Oleh Firman Ramdhani, M.Psi., Psikolog


References :

  • Haque, Amber. (2019). Psychological Effects of Fasting. Retrieved from https://www.gulf-times.com/story/631544/Psychological-effects-of-fasting

  • Wnuk, Alexis. (2018). How Does fasting Affect the Brain? Retrieved from https://www.brainfacts.org/thinking-sensing-and-behaving/diet-and-lifestyle/2018/how-does-fasting-affect-the-brain-071318

  • Lally, Phillippa., Jaarsveld, Cornelia H.M. Van., Potts, Henry W.W., & Wardle, Jane. How Are Habits Formed-Modelling Habit Information in The Real World. University College London, London, UK.

17 tampilan0 komentar

Postingan Terakhir

Lihat Semua

Σχόλια


bottom of page