top of page

Psikoterapi atau Psikofarmakologi (dan Bagaimana Obat Psikiatri Bekerja)

Psikoterapi mengajarkan individu sebuah skill agar mereka dapat mengenali diri sendiri, mulai dari tipe kepribadian, kebiasaan, coping stress, defense mechanism dan lainnya. Lalu belajar meningkatkan kemampuan psikologis, sehingga mampu menghadapi tantangan baik stressor maupun terkait pengembangan diri. Psikoterapi dilakukan tanpa menggunakan asupan obat dan amat sangat mengandalkan relasi interpersonal antara pasien dengan psikolognya.


Disisi lain, psikofarmakologi adalah moda terapi yang diberikan oleh dokter spesialis kejiwaan atau psikiater yang bertujuan agar gejala yang muncul lebih terkontrol. Dari situ diharapkan dapat meningkatkan keberfungsian pasien secara bertahap.


Keputusan untuk menggunakan jasa psikolog atau psikiater, atau keduanya sekaligus tidaklah mudah. Perlu berbagai pertimbangan yang matang. Dihimbau untuk pasien ataupun keluarga pasien untuk tidak sungkan mencari second opinion.


Pada gangguan tertentu, perpaduan treatment sangatlah cocok. Dengan obat, gejala yang muncul lebih terkontrol, sehingga memudahkan pasien untuk melakukan psikoterapi yang notabennya memang lebih effortful. Karena perlu meluangkan waktu dan energi lebih besar. Coba bayangkan, dalam sebuah sesi psikoterapi, pasien diajak mengingat dan menceritakan kejadian yang traumatis, pastinya tidaklah mudah..!!!!!!!!


Akan tetapi, disisilain, kadang bisa berbenturan. Misalnya pada treatment untuk gangguan cemas. Psikolog (utamanya yang menggunakan moda CBT / Cognitive Behavior Therapy) perlu mempertimbangkan bila pasien gangguan cemas mengkonsumsi obat antianxiety yang tergolong kuat, sehingga sensasi cemas bisa berkurang drastis dari tubuhnya. Padahal menurut CBT, kita perlu sensasi itu, kita perlu belajar bahwa sensasi cemas itu temporary, tidak bertahan selamanya. Pasien perlu belajar bahwa ia dapat mengontrol sensasi cemas tersebut dengan kemampuan mereka sendiri. Atau ada kasus nyata dimana salah satu kolega saya menerima pasien dengan gangguan skizofrenia yang memiliki riwayat bleeding ketika menkonsumsi obat-obatan antipsikotik, sehingga ia hanya fokus pada psikoterapi saja.


Agar para pemirsa Mind and Brain Indonesia memiliki bayangan bagaimana obat ini bekerja, saya akan coba menjelaskan sedikit. Setelah obat ini diminum dan masuk ke dalam pembuluh darah kita, mereka menembus yang disebut Blood Brain Barrier, semacam tembok perbatasan negara yang ketat, tidak semua orang bisa menembusnya. Cuma orang yang powerful atau punya bekingan yang kuat bisa tembus tembok ini. Obat-obatan psikiatri salah satunya.


Kita ambil contoh dari salah satu golongan antidepresaant yang cukup hits yaitu SSRI (Selective Serotonin Reuptake Inhibitors). SSRI menyasar bagian sel yang disebut SYNAPS. Opo meneh ini..??? Synaps adalah celah yang terdapat disambungan antar neuron. Jadi Neuron (sel saraf di otak) terhubung satu sama lain dan kalau di zoom terlihat bahwa mereka tidak menempel tapi ada celah kecil diantaranya. Disitulah terjadi pertukaran informasi berupa zat kimia atau yang biasa disebut neurotransmitter.


Salah satu dari sekian banyak teori dalam gangguan depresi adalah adanya kekurangan pada neurotransmitter serotonin. Yang akhirnya mempengaruhi mood, appetite, dan tidur. Oleh karena itu dicarilah obat yang dapat membuat kadar serotonin menjadi seimbang kembali.


SSRI menyasar spesifik pada serotonin. Ia menyasar pada proses reuptake. Apa itu proses reuptake?? Ketika neurotransmitter keluar dari Presynaptic neuron (neuron sumber) kepada Post-synaptic neuron (neuron tujuan) dan melakukan tugasnya maka akan ditarik kembali ke Pre-synaptic neuron oleh Transporter untuk disiapkan pada proses informasi berikutnya atau terkadang ada opsi lain yaitu langsung diurai di synaps.


Biar lebih simple, ini urutannya :


Neurotransmitter keluar dari Pre-synaptic neuron –> melalui synaps seperti melayang / mengambang –> menempel di Post-synaptic neuron –> berarti informasi sudah ditransfer ke neuron tujuan –> tugas selesai bagi si neurotransmitter –> ditarik kembali ke Pre-synaptic neuron melalui mekanisme reuptake oleh abang Transporter atau langsung diurai di synaps.


SSRI membuat serotonin tidak ditarik kembali ke Pre-synaptic neuron dan membuatnya lebih banyak mengambang di Synaps. Tujuannya membuat serotonin lebih banyak menstimulus Post-synaptic neuron. Yang akan meningkatkan mood, appetite, tidur, sehingga membantu pasien dengan gejala gangguan depresi.


Oleh Firman Ramdhani, M.Psi., Psikolog

298 tampilan0 komentar

Postingan Terakhir

Lihat Semua
bottom of page