top of page

Mengenal Social Anxiety Disorder (SAD)

Terlibat dalam situasi sosial merupakan bagian dalam kehidupan kita sehari-hari. Situasi tersebut bisa berbentuk bertemu dan berkenalan dengan orang baru, memberikan sambutan di acara keluarga, presentasi di depan kelas atau pada rapat di pekerjaan, dan masih banyak lagi. Ketika berada dalam situasi tersebut, sangatlah wajar untuk merasakan gugup dan cemas, lalu muncul sensasi fisik seperti gemetar dan jantung berdegup dengan kencang, hingga terkadang memunculkan perilaku berupa terbata-bata dan bingung dalam berbicara. Akan tetapi, situasi sosial bagi beberapa orang dapat terasa sangat tidak nyaman dan menimbulkan stres **dalam dirinya. Individu dapat merasakan takut atau cemas diamati dan dievaluasi negatif oleh orang lain serta menjadi pusat perhatian. Kecemasan tersebut dapat kita sebut social anxiety atau kecemasan sosial (Hoffman & Leahy, 2023).


Meskipun demikian, apabila kecemasan sosial yang dirasakan individu sudah mengganggu secara intens, menetap, dan mengganggu keberfungsian individu, kondisi ini dapat disebut sebagai Social Anxiety Disorder (SAD) (gangguan kecemasan sosial). Mengacu pada Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (DSM-5, 2013), SAD merupakan salah satu gangguan psikologis yang termasuk ke dalam kategori kecemasan (anxiety disorder). Lebih lanjut, SAD merupakan gangguan kecemasan dan ketakutan yang tidak realistis dan intens pada situasi sosial di mana seseorang diamati oleh orang lain (DSM-5, 2013; Kring & Johnson, 2018). Kecemasan sosial pada individu dengan SAD dirasakan berkali-kali lipat dibandingkan orang pada umumnya. Fitur utama dari SAD adalah adanya kekhawatiran akan evaluasi negatif dari orang lain yang membuat dirinya sangat terfokus pada diri sendiri, hingga individu memilih untuk menghindari situasi sosial tersebut (Clark & Beck, 2011b).


Gejala Social Anxiety Disorder (SAD)

Berikut ini merupakan beberapa gejala dari SAD. Jika Anda merasa memiliki beberapa gejala yang disebutkan di bawah, disarankan untuk berkonsultasi kepada psikolog atau psikiater yang berkapasitas untuk menegakkan diagnosis dan memberikan penanganan yang tepat. Dimohon untuk tidak mendiagnosis diri sendiri (self-diagnose).


Gejala SAD (DSM-5, 2013):
  1. Adanya ketakutan atau kecemasan mengenai satu atau lebih situasi sosial di mana individu mungkin diamati oleh orang lain. Contohnya saat berbicara dengan orang lain dan memberikan pidato. (Untuk anak-anak, kecemasan terjadi dalam konteks interaksi teman sebaya dan tidak hanya selama interaksi dengan orang dewasa)

  2. Individu takut melakukan sesuatu yang akan menunjukkan gejala kecemasan yang akan dievaluasi oleh orang lain. Contohnya ketika presentasi, individu takut orang lain menyadari bahwa dirinya gemetar dan pipinya memerah, lalu mengevaluasinya secara negatif.

  3. Situasi sosial hampir selalu menimbulkan ketakutan atau kecemasan. Pada anak-anak dapat diekspresikan dengan menangis, mengamuk, mematung, menciut, atau gagal berbicara dengan baik.

  4. Situasi sosial dihindari atau dialami dengan ketakutan atau kecemasan yang intens.

  5. Ketakutan atau kecemasan tidak sebanding dengan ancaman sebenarnya yang ditimbulkan oleh situasi sosial.

  6. Ketakutan, kecemasan, atau penghindaran terjadi terus-menerus, biasanya berlangsung selama 6 bulan atau lebih.

  7. Ketakutan, kecemasan, atau penghindaran menyebabkan distres atau gangguan yang signifikan secara klinis dalam fungsi sosial (contoh: kesulitan memulai hubungan pertemanan atau hubungan romantis), pekerjaan (contoh: menghindari untuk presentasi atau bahkan menghadiri rapat kerja), atau area penting lainnya.

  8. Ketakutan, kecemasan, atau penghindaran tidak disebabkan oleh efek fisiologis suatu zat atau obat-obatan maupun kondisi medis lainnya.

  9. Ketakutan, kecemasan, atau penghindaran tidak lebih baik dijelaskan oleh gejala gangguan mental lain, seperti gangguan panik, dismorfik tubuh, atau spektrum autisme.

  10. Jika terdapat kondisi medis lain (misalnya Parkinson atau obesitas), maka ketakutan, kecemasan, atau penghindaran tidak berhubungan atau tidak dianggap berlebihan.

Selain itu, terdapat kondisi khusus ketika kecemasan sosial terjadi hanya dalam situasi individu perlu tampil di depan umum. Kondisi ini dapat disebut sebagai performance only social anxiety disorder. Gangguan ini biasanya dialami oleh individu yang memiliki peran melakukan pertunjukan seperti musisi atau penari, ataupun individu yang perlu berbicara di depan umum secara rutin. Dengan kata lain, individu dengan gangguan ini tidak mengalami kecemasan dalam situasi sosial selain situasi di mana ia perlu menampilkan dirinya di depan umum (DSM-5, 2013).


SAD dan Sifat Pemalu (Shyness)

SAD berbeda dengan sifat pemalu (shyness) yang dapat dimiliki oleh individu. Sifat pemalu adalah ciri kepribadian yang tidak bersifat patologis. Sifat pemalu dalam beberapa budaya bahkan diperlukan dan dinilai positif. Sifat pemalu akan membuat individu lebih rentan memiliki SAD, namun tidak semua orang dengan sifat pemalu memiliki gangguan tersebut. Pada individu dengan SAD, perasaan malu dan takut yang dirasakan lebih intens dan ekstrim. Hal ini dapat membuat individu menghindari situasi-situasi sosial. Kemudian, ketika sifat pemalu sudah sangat mengganggu dan menyebabkan hambatan dalam fungsi sosial, pekerjaan, dan fungsi penting lainnya, diagnosis SAD dapat dipertimbangkan untuk diberikan (Clark & Beck, 2011a; DSM-5, 2013; Kring & Johnson, 2018).


Perbedaan SAD dengan Gangguan Kecemasan Lainnya

Ada beberapa gangguan kecemasan lainnya yang takut dan menghindari situasi sosial seperti agorafobia. Agorafobia adalah kondisi di mana seseorang takut pergi ke tempat ramai namun tertutup karena takut terperangkap dan panik di dalamnya, seperti pergi ke bioskop. Berbeda dengan agorafobia, individu dengan SAD cenderung lebih tenang ketika sendirian, yang sering kali tidak dialami oleh agorafobia. SAD juga sangat lekat hubungannya dengan ketakutan dievaluasi secara negatif, sementara gangguan kecemasan lainnya tidak memiliki fitur tersebut. Hal ini yang sangat membedakan SAD dengan gangguan kecemasan lainnya (DSM-5, 2013).


Komorbiditas

Individu dengan SAD juga dapat memiliki diagnosis gangguan psikologis lainnya (DSM-5, 2013; Kring & Johnson, 2018), seperti:

  1. Gangguan depresi mayor

  2. Gangguan penggunaan zat (substance use disorder)

  3. Gangguan bipolar

  4. Gangguan dismorfik tubuh

  5. Gangguan kepribadian menghindar (avoidant personality disorder).

  6. High-functioning autism


Faktor Risiko SAD

Terdapat beberapa faktor risiko SAD yang mempengaruhi terbentuknya belief negatif individu mengenai diri sendiri, orang lain, dan dunia (Clark & Beck, 2011a; Clauss & Blackford, 2012; DSM-5, 2013; Heiser et al., 2003; Kaplan et al., 2015), di antaranya:




Fitur Pikiran/Kepercayaan dan Cara Berpikir yang Khas

Fitur-fitur unik dari SAD adalah individu akan merasakan malu (embarrassment and shame) bersamaan dengan kecemasan yang dialaminya, dan individu berusaha menyembunyikan kecemasannya karena takut dievaluasi secara negatif oleh orang lain (Clark & Beck, 2011a). Ketika individu mengetahui bahwa akan menjumpai situasi sosial, ia akan berusaha menghindar. Namun, jika tidak bisa dihindari, kecemasannya akan meningkat mendekati waktu situasi sosial itu akan terjadi. Penghindaran yang dilakukan dapat didasari oleh catastrophizing thinking yaitu individu berpikir skenario terburuk yang dapat terjadi. Misalnya individu berpikir dalam situasi sosial tersebut, ia akan dipermalukan ketika berbuat kesalahan, maka dari itu lebih baik menghindarinya (Clark & Beck, 2011b).


Individu dengan SAD memiliki belief (kepercayaan) negatif yang menjadi akar dari kecemasan sosialnya. Belief-belief tersebut dapat dilihat pada tabel berikut ini:




Saat berada dalam situasi sosial, belief-belief negatif tersebut teraktivasi dan menyebabkan fitur SAD lainnya hadir. Salah satunya adalah individu menjadi sangat fokus terhadap dirinya sendiri dan aspek-aspek negatif yang hadir karena situasi sosial. Aspek negatif tersebut dapat hadir dari diri sendiri (contoh: gaya berbicara dengan terbata-bata dan gemetar) dan luar diri (contoh: penonton yang terlihat tidak fokus dan menguap). Hal tersebut akan membuat individu akan semakin cemas dan tidak mempertimbangkan hal-hal lain yang menunjukkan situasi sosial itu masih aman (contoh: masih banyak penonton yang fokus mendengarkan). Proses ini bersifat ruminative atau berulang-ulang dalam pikirannya. Hal ini didasari oleh core belief tidak berdaya, lemah, inferior, yaitu ketika individu merasa tidak memiliki kemampuan untuk melakukan sesuatu sesuai harapannya. Ketika belief tersebut hadir, muncul juga safety behavior yang akan membuat individu merasa aman (namun sebenarnya cenderung mempertahankan kecemasan). Beberapa contohnya antara lain menganggap orang lain sebagai benda mati atau menghindari kontak mata (Beck, 2011; Clark & Beck, 2011a; Clark & Beck, 2011b).


Individu dengan SAD juga dapat meyakini bahwa dirinya tidak memiliki kapasitas sosial yang baik. Hal ini bisa jadi karena orang dengan SAD terlalu cemas ketika berada di situasi sosial. Hal tersebut dapat membuat dirinya semakin menunjukkan keterampilan sosial yang lebih buruk dari yang seharusnya. Individu memiliki belief negatif mengenai dirinya sendiri, seperti “Saya membosankan dan tidak disukai oleh orang lain”. Lebih lanjut, mereka memiliki asumsi negatif mengenai diri sendiri, seperti “Jika wajah saya memerah, orang akan menyadari betapa gugupnya saya sekarang dan ada yang salah pada diri saya.”. Mereka juga memiliki aturan/standar yang kaku terhadap diri sendiri, seperti “Saya harus dapat mengontrol diri saya menjadi orang yang supel ketika berinteraksi”. Hal ini juga menunjukkan bahwa individu dengan SAD biasanya memiliki standar tinggi mengenai performa sosialnya, bahwa dirinya harus menjadi orang yang percaya diri dan santai. Namun sayangnya, ketika hal tersebut sulit untuk diwujudkan, individu tersebut akan semakin cemas (Clark & Beck, 2011a; Clerk & Beck, 2011b).


Selain itu, individu dengan SAD cenderung mengevaluasi performa sosial secara berulang-ulang dan berlebihan (overevaluazing). Contohnya ketika dirinya telah berhasil melakukan performa sosial, ia akan merasa lega. Akan tetapi, selanjutnya akan bertanya kepada orang lain mengenai kesan orang lain pada dirinya, seperti “Apakah saya berbicara hal yang bodoh tadi?”. Hal ini akan dilakukan selama beberapa saat, hingga beberapa hari. Sayangnya, evaluasi ini hanya berfokus pada aspek negatif dari performa sosial yang telah dilakukan. Sekalipun ada yang berkata bahwa dirinya telah melakukan performa sosial dengan baik, ia akan tetap sulit percaya dan mencari bukti lain bahwa ia melakukannya dengan buruk. Pada akhirnya ketika bukti evaluasi negatif itu terkumpul, kecemasan sosial yang dimilikinya akan semakin kuat (Clark & Beck, 2011b).





Penanganan (Treatment)

Penanganan yang dapat diberikan oleh individu dengan SAD dapat dilakukan dengan dua metode (Beck, 2011; Kring & Johnson, 2018; Clark & Beck, 2011b), yaitu:

  • Farmakoterapi

Terdapat beberapa jenis obat yang bisa diresepkan oleh dokter untuk mengurangi kecemasan yaitu benzodiazepines, dan antidepressants seperti tricyclic antidepressants, selective reuptake inhibitors (SSRI), serta serotonin-norepinephrine reuptake inhibitors (SNRIs). Obat-obatan tersebut akan membantu individu merasakan ketenangan dalam dirinya. Namun, konsumsi obat-obat tersebut tetap perlu pengawasan dokter. Hal ini disebabkan oleh efek ketergantungan dan efek lainnya seperti mengurangi fungsi memori, rasa kantuk, darah tinggi, insomnia, hingga berkurangnya fungsi seksual.

  • Psikoterapi

Salah satu psikoterapi yang efektif untuk menangani SAD adalah cognitive behavioral therapy (CBT). Pada CBT, penanganan umumnya dapat diberikan cognitive restructuring yaitu mencoba memodifikasi belief negatif yang dimiliki. Contohnya adalah mencoba menimbang-nimbang kembali kekuatan ancaman yang membuat individu merasa khawatir. Kemudian, individu juga bisa dilatih kemampuan sosial yang dimilikinya dan membangun standar performa sosial yang lebih realistis sehingga dapat dipenuhi oleh individu tersebut. Selain itu, terdapat juga teknik exposure yaitu memberikan latihan pada individu untuk menghadapi apa yang ditakutkannya secara bertahap dari tahapan yang mudah untuk dilakukan hingga yang sulit untuk dilakukan. Dengan teknik ini, diharapkan individu bisa mendapatkan bukti bahwa situasi sosial yang ditakuti oleh individu tersebut tidak seburuk yang dibayangkan.


Oleh Ayu Friztyana Putri, S.Psi.


Referensi

  • American Psychiatric Association. (2013). Diagnostic and statistical manual of mental disorders (5th ed.). https://doi.org/doi.org/10.1176/appi.books.9780890425596

  • Beck, J. S. (2011). Cognitive behavior therapy: Basics and beyond (2nd. ed.). The Guilford Press.

  • Clark, D. A., & Beck, A. T. (2011a). Cognitive therapy of anxiety disorders: Science and practice. Guilford Press.

  • Clark, D.A., & Beck, A.T. (2011b). The anxiety and worry workbook: The cognitive behavioral solution (1st ed.). **Guildford Press.

  • Clauss, J. A., & Blackford, J. U. (2012). Behavioral inhibition and risk for developing social anxiety disorder: A meta-analytic study. Journal of the American Academy of Child and Adolescent Psychiatry, 51(10), 1066-1075.e1. https://doi.org/10.1016/j.jaac.2012.08.002

  • Heiser, N. A., Turner, S. M., Beidel, D. C., & Roberson-Nay, R. (2009). Differentiating social phobia from shyness. Journal of Anxiety Disorders, 23(4), 469–476. https://doi.org/10.1016/j.janxdis.2008.10.002

  • Hoffman, S.G., & Leahy, R. L. (2023). CBT for social anxiety: Simple skills for overcoming fear and enjoying people. New Harbinger Publications.

  • Kaplan, S. C., Levinson, C. A., Rodebaugh, T. L., Menatti, A., & Weeks, J. W. (2015). Social anxiety and the Big Five personality traits: The interactive relationship of trust and openness. Cognitive Behaviour Therapy, 44(3), 212–222. https://doi.org/10.1080/16506073.2015.1008032

  • Kring, A. M., Johnson, S. (2018). Abnormal psychology: The science and treatment of psychological disorders (14th ed.). Wiley.



82 tampilan0 komentar

Postingan Terakhir

Lihat Semua
bottom of page